BANJARMASIN, KOMPAS.com - Penebangan pohon mangrove untuk keperluan bahan bangunan oleh masyarakat menjadi ancaman utama kerusakan mangrove di Kalimantan Selatan . Saat ini masih banyak masyarakat menebang pohon mangrove berdiameter di atas 30 sentimeter untuk dijadikan tiang dan papan rumah.
Menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kalsel Rakhmadi Kurdi, Senin (21/2/2011) di Banjarmasin, kerusakan mangrove terjadi pada sejumlah titik di pesisir Kalimantan, baik di pulau besar maupun pulau-pulau kecil. Garis pantai Kalsel memanjang sejauh 500 kilometer dari Kabupaten Baritokuala hingga Kotabaru. Luas kawasan mangrove di Kalsel diperkirakan lebih dari 100.000 hektar dan tersebar di lima kabupaten, yakni Kotabaru, Tanahbambu, Tanahlaut, Banjar, dan Baritokuala.
Menurut Rakhmadi, penelitian secara menyeluruh tentang kerusakan mangrove di Kalsel belum ada. Namun, sejauh ini daerah-daerah yang mengalami kerusakan sudah bisa diketahui, antara lain di Aluh-aluh, Kabupaten Banjar dan Kualalapuk di Kabupaten Barito Kuala.
Rakhmadi juga menyoroti keberadaan pelabuhan khusus (pelsus) batubara dan kelapa sawit yang juga memiliki andil besar dalam perusakan mangrove. Tahun 2010 ada 10 pelsus batubara di dalam kawasan hutan dan konservasi yang ditutup karena merusak mangrove.
Kepala Bidang Rehabilitas Lahan dan Hutan Dinas Kehutanan Kalsel, Nafarin mengatakan, dibanding setahun lalu kerusakan mangrove di Kalsel saat ini makin meluas. "Memang ada sejumlah pelsus yang merusak. Kami juga sudah menanganinya," ujarnya.
Selain pelsus, kata Nafarin, kerusakan ini disebabkan oleh kebutuhan tambak ikan oleh masyarakat. Para pembuat tambak umumnya menebangi mangrove. Padahal, mereka bisa memelihara ikan di sela-sela tanaman mangrove. Kehancuran terbesar mangrove oleh aktivitas pembuatan tambak terjadi tahun 1980-an.
Kerusakan mangrove di Kalsel juga belum diimbangi upaya penanaman kembali yang memadai. Kondisi antara lain terjadi di Pulau Kaget di tengah Sungai Barito, yang sejak 2008 baru ditanam sekitar 5.000 pohon. Padahal sekitar 50 persen atau 42 hektar dari total luas pulau yang mencapai 85 hektar itu, kini sudah menjadi areal pertanian. Sisanya masih berupa mangrove dan menjadi habitat sekitar 100 ekor bekantan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar